Pasar Induk Buah dan Sayur “Gemah Ripah”, Buah Karya Para Pedagang

Posted: May 29, 2009 in Market Itu Pasar
DSCN6519

Pintu Gerbang Pasar

Kebanyakan pasar-pasar di Indonesia dikelola oleh pemerintah daerah. Namun tidak bagi Pasar Gemah Ripah, seluruh pengelolaannya dilakukan oleh pedagang di pasar tersebut.




Pasar Gemah Ripah berada di daerah Gamping, Yogyakarta. Pasar ini didirikan pada tahun 1995. Pasar dengan luas 1,5 hektar ini merupakan tempat persinggahan untuk buah dan sayur. Namun pedagang-pedagang di pasar ini lebih dominan dalam penjualan buah. Pedagang-pedagang tersebut tergabung dalam wadah Koperasi Gemah Ripah. Jumlah pedagang di pasar sebanyak 168 pedagang. Setiap hari aktivitas pasar selalu ramai. Apalagi kalau menjelang hari raya, pasar sangat padat sekali.

Awalnya, pada tahun 1990, pasar ini berada di Shopping Centre yang berada di tengah kota Yogyakarta. Karena kawasan tersebut akan digunakan sebagai kawasan ruang terbuka hijau, maka pada tahun 1995, pedagang buah dan sayuran dipindahkan ke daerah Pelem Gurih. Tak semua pedagang pindah ke daerah Pelem Gurih, sebagian masih bertahan di Shopping Centre yang sekarang menjadi Taman Pintar.

Pedagang-pedagang Gemah Ripah termasuk pedagang yang dipindahkan ke daerah Pelem Gurih. Namun 3 bulan berada di Pelem Gurih membuat omzet mereka turun. Akhirnya mereka berinisiatif pindah ke daerah Gamping. Di sini mereka membeli tanah masyarakat dengan dana sendiri. Dan dengan mengangsur selama 7 tahun akhirnya mereka bisa memiliki lahan tersebut.

Pasar Gemah Ripah bisa dikatakan mandiri karena pasar ini tidak dikelola oleh pemerintah daerah. Segala pengelolaan pasar berdasarkan kesepakatan antar pedagang. Karena didalam naungan koperasi, segala bentuk transaksi harus melalui koperasi terlebih dahulu. Tata ruang Pasar Gemah Ripah pun dibuat berdasarkan kesepakatan antar pedagang. Agar memudahkan proses angkut dan bongkar muat, pasar ini dibagi menjadi 6 blok. Jumlah kios di pasar sebanyak 139 kios dengan setiap kios mempunyai ukuran 4 x 9 meter.

DSCN6520

Bangunan Pasar Gemah Ripah

Buah Asing pun Singgah.

Buah yang masuk ke pasar kebanyakan merupakan buah lokal. Namun, tak sedikit buah impor juga masuk ke pasar ini. Ada sebanyak 4 kios yang menangani buah impor tersebut. Buah lokal yang masuk seperti apel, alpukat, jeruk, melon, nanas, mangga, pisang, salak, dan semangka. Buah lokal yang masuk berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur seperti Banyuwangi, Blitar, Jember, Malang, Madiun, Nganjuk, Tulungagung, dan Situbondo. Buah asal Sulawesi, Kalimantan, dan Bali pun masuk ke pasar ini.

Untuk buah asal Yogyakarta yang masuk ke pasar adalah melon, salak, dan semangka. Untuk buah impor yang masuk ke Pasar Gemah Ripah yaitu apel, pear, jeruk, kelengkeng dan anggur. Apel didatangkan dari Amerika dan Cina, pear dari Cina, jeruk dari Brazil dan Argentina, Kelengkeng dari Thailand, sedangkan Anggur didatangkan dari Amerika.

Strategi penjualan di pasar ini yaitu pembeli harus membeli dalam partai besar atau grosir. Ini berlaku untuk seluruh buah kecuali untuk semangka dan melon. Biasanya pembeli harus membeli minimal satu keranjang buah. Satu keranjang buah mempunyai berat sekitar 65 kilogram. Masing-masing buah mempunyai variasi harga. Jeruk misalnya, satu kilogram jeruk dipatok dengan harga dari Rp. 3.500 hingga Rp. 5.500. Harga tersebut berdasarkan kualitas jeruk. Jeruk dengan kualitas tinggi tentu mempunyai harga yang tinggi pula. Untuk melon dijual di pasar ini dengan harga 4 ribu rupiah per kilogram, sedangkan semangka dijual Rp. 1.800 hingga Rp. 2.700 per kilogramnya.

Untuk harga buah impor lebih tinggi dibanding buah lokal. Untuk apel merah asal benua Paman Sam dijual hingga mencapai 365 ribu hingga 414 ribu per 18 kilogram. Sedangkan pear dari Negeri Tirai Bambu dijual 145 ribu hingga 190 ribu per 18 kilogram. Permintaan akan buah di pasar ini tidak hanya datang dari perorangan saja, namun juga dari supermarket.

DSCN6479

Pedagang buah jeruk

Dari Timur ke Barat.

Untuk sistem penjualan buah di Pasar Gemah Ripah ternyata sudah terpola. Buah kebanyakan didatangkan dari wilayah timur, kemudian segmen pasar ditujukan kepada pembeli di wilayah barat seperti Purworejo, Kebumen, Cilacap, Tegal, Ciamis, Cirebon, Tasikmalaya, dan Jakarta. Ini diungkapkan oleh Sujud (53), seorang koordinator lapangan Gemah Ripah, “Kami melihat prospek penjualan buah ke wilayah barat sangat besar, jadi kami datangkan dari timur kemudian dijual ke barat”.

Pasar Gemah Ripah bisa disebut pasar transit. Buah yang datang sebenarnya hanya singgah di pasar ini, kemudian oleh pedagang buah tersebut disortir dan diklasifikasikan berdasarkan kualitas. Pedagang yang melakukannya akan memperoleh komisi dari penjual asal buah tersebut. Besar komisi sesuai dengan perjanjian, umumnya pedagang memperoleh komisi sebesar 6 – 7 %. Kondisi kios di Pasar Gemah Ripah sudah terisi penuh, jadi tidak memungkinkan bagi pedagang baru untuk memasuki pasar dan menjadi anggota baru.

DSCN6506

Pedagang buah melon

Masuk-Keluar Pasar.

Tak ada hambatan yang cukup besar untuk masuk dan keluar pasar ini. Buah yang masuk hanya dikenakan retribusi. Besarnya retribusi tergantung kendaraan yang mengangkutnya. Truk hanya dikenakan 7 ribu rupiah, sedangkan kontainer dikenakan 12 ribu rupiah. Terdapat hal menarik dalam penarikan retribusi, jika ada truk tanpa muatan masuk pasar hanya dikenakan retribusi 2 ribu rupiah, namun jika saat keluar pasar membawa muatan dikenakan retribusi Rp.3.500.

Jumlah masuk-keluar truk di bukan musim panen mencapai 70 truk, namun pada saat musim panen bisa mencapai 75 – 150 truk. Truk yang masuk pasar tidak langsung melakukan bongkar muat. Setiap truk harus mengambil nomor antrian dan harus menunggu hingga mendapat gilirannya. Ini dilakukan supaya tertib dan tidak terjadi kekacauan dalam proses bongkar muat. Bongkar muat biasanya dilakukan oleh kuli panggul. Untuk bongkar muat, Anda harus mengeluarkan biaya sebesar 60 ribu rupiah per truk.

Menurut Sujud, pedagang Gemah Ripah telah diubah cara pandangnya tentang pasar yang kumuh dan bau. Untuk masalah keamanan tak perlu dikhawatirkan. Anda akan aman jika masuk pasar ini. Pengelola telah bekerjasama dengan aparat kepolisian dan tokoh masyarakat sekitar pasar. Adanya kerjasama tersebut, bisa dirasakan manfaatnya dengan tidak adanya pungutan liar dari dinas ataupun preman.

Butuh Investor.

Pengelolaan sampah sudah berjalan dengan baik di Pasar Gemah Ripah. Sampah sebanyak 2-3 ton setiap hari diangkut dan dibuang ke TPA Piyungan, Bantul. Namun proses pengelolaan sampah seperti ini masih mengganjal bagi Sujud. “Masa sampah sebanyak itu hanya dibuang percuma. Kalo musim panen, sampah bisa 4 ton per hari,” ujarnya.

Pengelola telah bekerjasama dengan Univesitas Gadjah Mada (UGM). UGM telah melakukan penelitian dan menyatakan bahwa sampah di Gemah Ripah sangat berpotensi untuk dijadikan pupuk organik. Untuk merealisasikannya dibutuhkan dana yang besar, sehingga uluran dana dari investor sangat dibutuhkan. Dalam hal ini pihak Swedia telah tertarik dan telah survei dilapangan. Selain Swedia, menurut Sujud, Yayasan Danamon juga telah melirik proyek ini. “Kami tinggal menunggu investor saja agar rencana ini bisa segera direalisasikan,” tambahnya. Selain bisa dijadikan pupuk organik, sampah buah bisa dijadikan sebagai biogas.

Sudah banyak pasar tradisional yang berubah dalam pengelolaannya. Tujuannya untuk membuat masyarakat nyaman dalam berbelanja. Dengan perubahan tersebut, kini saatnya masyarakat kembali dan mencintai pasar tradisional.

Diterbitkan di Majalah Agro Observer Edisi 23

Comments
  1. rell says:

    saya bisa minta contact personnya koperasi gemah ripah?

Leave a comment